Selasa, 08 April 2008

Yesus, Sang Juru Selamat



Seperti apakah Yesus Kristus yang diagungkan oleh para pengikutnya, sampai ketokohannya beberapa kali difilmkan, terakhir aktor Mel Gibson mengisahkan kematian Yesus dalam film berjudul The Passion of the Chris yang diprotes kaum agamawan Yahudi? Yesus dilahirkan pada 2000 tahun yang lalu, pada suatu malam, di kota Yerusalem, Palestina, tepat di sebelah selatan kurang lebih 10 km dari sebuah tempat yang bernama Bethlehem. Waktu itu Yerusalem adalah tanah milik bangsawan Yahudi kekaisaran Romawi, dan kebetulan sedang mengadakan inpeksi ke seluruh negeri.





Ibunda Yesus, Maria yang sedang mengandung 6 bulan, mau tidak mau harus menempuh sejauh ratusan kilometer mengikuti sang suami hingga tiba di Bethlehem. Namun, tempat penginapan semua telah penuh, tiada tempat untuk bernaung, dan dengan terpaksa Maria melahirkan Yesus di sebuah kandang kuda. Pada saat itu, para kaki tangan kerajaan Roma di Yerusalem melaporkan kepada raja tua Yahudi bahwa raja baru Yahudi telah lahir ke dunia. Sang raja merasakan kekuasaannya mendapat ancaman, oleh karena itu segera memerintahkan untuk membunuh semua anak yang berusia di bawah 2 tahun. Sebuah sifat seorang raja lalim, curiga berlebihan dan berpikiran sempit. Orang tua Yesus yang mendengar kabar itu, dengan tergesa-gesa melarikan diri ke sebuah bukit di bagian utara dan bersembunyi.
Kira-kira saat hampir berusia 30 tahun, Yesus muncul di tengah-tengah masyarakat menyampaikan pandangan spiritualnya, membimbing semua orang tentang bagaimana melepaskan diri dari penderitaan, bagaimana memperlakukan orang lain dengan baik, bagaimana agar supaya jiwa terbebas dari kemerosotan, dan bagaimana akhirnya memperoleh kebahagiaan abadi yang sesungguhnya. Menurut firman Yesus, bahwa pemikirannya bukan hasil ciptaannya sendiri, melainkan berasal dari sebuah kehidupan yang lebih tinggi. Orang-orang dibuatnya takjub dan benar-benar mendengar bimbingannya serta menyesali diri. Banyak yang terbebas dari penyakit dan derita, membuat kusta bisa sembuh, membuat orang pincang bisa jalan, yang bongkok bisa meluruskan pinggangnya, orang buta dapat melihat cahaya terang dan lain-lain. Ini mungkin sebuah kemampuan supernormal yang sedang menjadi pembicaraan saat ini.
Demikianlah, kian hari pengikutnya semakin banyak. Meski demikian, Yesus malahan mendapat kecaman dari orang-orang di kampung halamannya sendiri, yang mengatakan bahwa ia adalah seorang penipu. Kecaman terus menimpanya, seperti yang digambarkan pada sebuah film, bahwa para tetangga mengelilingi Yesus sambil berteriak nyaring: "Bukankah ini anak si tukang kayu itu? Katanya Anda dapat menyembuhkan penyakit, jika Anda dapat menyembuhkan si buta ini, kami akan percaya padamu," sembari berkata demikian, lantas mendorong seorang kakek buta ke depan Yesus. Yesus diam tidak menyatakan apa pun. Semua orang tertawa sambil mencemooh, "Ternyata ia adalah seorang penipu." Kemudian orang-orang membubarkan diri yang tinggal hanya Yesus dan sang kakek buta. Saat itulah, Yesus menjulurkan tangannya, seketika kakek tua lantas dapat melihat Yesus. Ternyata "kemampuan" ini bukan untuk diperlihatkan pada orang. Kakek tua tersebut kemudian terus menyertai Yesus sebagai saksi hidup untuknya. Orang yang mengikutinya tidak saja penyakitnya mendapatkan kesembuhan, namun juga sanubarinya terselamatkan. Jika tidak dan jika bukan mengalaminya sendiri, mendengarnya sendiri, mengapa semua orang rela meninggalkan keluarga dan mencampakkan hartanya, tidak takut sengsara mengikutinya, dan merasa berbahagia karenanya?
Sang raja Yahudi tentu saja menjadi gelisah, demikian pula para pendeta agama (orang yang mengepalai urusan keagamaan). Katanya: "Oh, semuanya telah mempercayai Yesus itu, lalu bagaimana dengan kita ini? Siapa lagi yang mempercayai kita? Dan ini bagaimana menanganinya kelak? Tidak, tidak boleh membiarkan lagi kata-kata sesat dan tipuannya menyesatkan masyarakat. Pergi, periksa seluk beluk tentang Yesus itu!" Raja tua Yahudi yang memerintahkan untuk membunuh anak kecil telah meninggal, namun tampaknya raja kecil Yahudi penggantinya mewarisi sifat lalim orang tuanya.
Sewaktu Yesus kebetulan tiba di Yerusalem menyebarkan ajarannya. Menurut catatan muridnya, sebelum Yesus masuk ke kota, ia telah mengetahui bahwa dirinya akan mengalami penganiayaan di tempat itu, namun demikian ia tetap datang ke sana. Tanpa mengeluh sedikit pun ia memberitahu kepada murid-muridnya, bahwa kelak setelah beberapa tahun kemudian, kota Yerusalem akan mengalami bencana kehancuran kota, setiap orang yang pernah berbuat jahat harus memikul tanggung jawabnya. Dan di sinilah seorang muridnya yang bernama Yudas, mengkhianatinya hanya demi uang. Seperti yang diramalkan Yesus kepada murid-murid setianya bahwa di antara mereka ada orang yang akan mengkhianatinya.
Di bawah bimbingan pengkhianat, sekelompok orang menangkap dan menganiaya Yesus, namun vonis tidak bisa dijatuhkan kepadnya karena tidak ada alasan yang kuat. Tuduhan bahwa Yesus ingin mengangkat dirinya sendiri sebagai raja, dan menggulingkan kekuasaan raja, tidak terbukti. Sebaliknya justru ia mengajar semua orang agar seyogianya mendukung raja negerinya sendiri. Jika ia menyebarkan pendapat sesat yang membahayakan, mengapa ia juga mengajar orang mendengar bimbingan Tuhan, agar sepenuh hati berbuat baik? Bahkan mengajarkan membiarkan orang memukul tanpa membalas, dan tidak membalas jika dicaci maki orang. "Jika orang menampar wajah kirimu, berikan wajah kananmu," karena kekuatan yang baik baru dapat mengubah hati orang dengan sesungguhnya.
Para pendeta dengan tidak sabar ingin membawa Yesus kepada pembesar Roma, namun orang Roma tidak akan menerima begitu saja tuduhan tersebut. Seorang pejabat administrasi Roma yang sangat licik, mengetahui bahwa "surga" yang dikumandangkan Yesus sama sekali tidak akan bertentangan dengan kaisar Romawi, juga tahu apa yang akan dilakukan orang Yahudi, ia tidak mau "terjun ke dalam air keruh". Ia berkata pada orang Yahudi: "Saya tidak merasa orang ini (Yesus) tidak punya kesalahan apa-apa", ia membiarkan orang Yahudi sendiri yang memutuskan hidup matinya Yesus. Di bawah dorongan para pendeta dan beberapa orang yang punya maksud-maksud tertentu, massa bersama-sama menghujat berbagai macam umpatan kepada Yesus, dan menuntut menghukum mati. Begitu pejabat administrasi melihat "kemarahan massa sukar diatasi", mau tidak mau membawa Yesus ke atas salib.
Lalu apa yang dilakukan murid-muridnya, sejumlah besar orang yang pernah mendengar ajarannya, dan menyaksikan orang yang pernah disembuhkan olehnya? Ahli sejarah Roma seperti Tachitus, dalam karyanya menyebut murid Yesus sebagai "sekelompok orang yang sesat dan menyebalkan," pemerintah "merekayasa dakwaan" terhadap orang-orang tersebut, menjatuhkan hukuman kejam dengan sewenang-wenang, dan menindas aktivitas sesat itu, teror putih dalam negeri dapat kita lihat bagaimana seriusnya. Meskipun Yesus berkali-kali secara jelas memberitahu pada murid-muridnya, bahwa dirinya sendiri akan mengalami penderitaan di kota Yerusalem dan akan bangkit kembali pada hari ke-3 setelah wafat. Namun, di bawah fitnahan, sindiran, cacian, siksaan di penjara, dan bahkan di bawah ancaman hukuman mati yang berasal dari langit dan bumi, para murid tidak memiliki keberanian untuk menyerukan ketidakadilan demi gurunya sendiri. Di depan sentimen massa yang marah dan prajurit yang berseragam lengkap para murid Yesus terkejut hingga tidak tahu apa yang mesti dilakukan, lalu berpencar ke segala penjuru dan lari. Bahkan murid Yesus yang setia yaitu Petrus, pernah tiga kali di hadapan Yesus, namun tidak berani mengakui bahwa Yesus adalah gurunya.
Namun justru adalah massa pengikut yang baik namun takut ini, dalam waktu yang tidak lama setelah kematian Yesus, bagaikan suatu keajaiban rasa takut dan putus asa menjadi lenyap, dengan keyakinan keberanian, dan kebaikan hati yang teguh, membuktikan pada semua orang akan kebesaran guru di wilayah dan lingkungan masing-masing, demi hal ini sejumlah besar orang juga tidak segan-segan mengorbankan jiwanya. Lalu apakah penyebabnya ini? Di dalam catatan memori murid Yesus yang berbeda, semua dengan tepat dan jelas telah tercatat bahwa memang benar Yesus seperti apa yang dikatakannya, yaitu bangkit kembali pada hari ke-3 setelah wafat, dan akan bangkit kembali di hadapan massa yang berbeda, pada tempat dan waktu yang tidak sama. Keyakinan para murid bertambah, percaya dengan pasti bahwa gurunya sendiri adalah mutlak benar, demikian pula dengan keyakinannya sendiri.
Biar bagaimanapun juga, kejujuran, kebaikan, keteguhan dan kerelaan mati yang diekspresikan Yesus dan muridnya di bawah tekanan penindasan, membuat orang-orang merasa takjub dan kagum. Dan orang Yahudi yang tidak jelas dengan keadaan yang sebenarnya waktu itu, karena bodoh, lenyapnya sanubari, apatis terhadap kejahatan, acuh tak acuh, dengan tanpa perikemanusiaan membunuh kebaikan dan keadilan, di kemudian hari tak terhindarkan mengalami dan membayar segala akibat yang dilakukannya.

Tidak ada komentar: