Jumat, 11 April 2008

Antara Ilmu Pengetahuan dan Tuhan

Oleh karena ilmu pengetahuan tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan atau dewa, sejumlah besar orang lalu mengatakan bahwa mereka tidak ada. Sebetulnya kita semua telah mengabaikan masalah demikian: Ilmu pengetahuan, meskipun tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan, sekaligus juga ia tidak dapat membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Jika kita merenunginya secara mendalam maka akan menemukan, bahwa setiap bidang ilmu pengetahuan alam, tidak pernah mengatakan perihal Tuhan itu eksis atau tidak. Misalnya, ilmu pasti mengatakan bahwa 1+1=2. Persamaan ini menunjukkan dengan tepat mengenai keberadaan Tuhan. Ilmu alam mengatakan bahwa Jarak = Waktu x Kecepatan. Ini juga menunjukkan dengan tepat keberadaan Tuhan. Ilmu kimia mengatakan: Hidrogen + Oksigen = Air, itu dengan tepat menunjukkan keberadaan Tuhan, dan sebagainya.
Satu-satunya hal meragukan yang dikemukakan terhadap keberadan Tuhan adalah teori evolusi Darwin. Hal itu adalah suatu hipotesis yang diterima dalam kelas menengah yang kita anggap sebagai kesimpulan terakhir, dalam pemikiran jika setelah menerima, maka tidak akan meragukannya lagi, dan akan menganggapnya sebagai suatu kebenaran. Sebernarnya teori Darwin hanya suatu hipotesa, satu-satunya bukti darinya adalah telah menemukan sejumlah fosil pada setiap masa, kemudian fosil-fosil ini ditata menjadi satu menurut susunan waktunya, lalu mengemukakan kembali hipotesa evolusinya saja. Baik itu berupa bukti atau hipotesanya, tetap terdapat beberapa ketidaksempurnaan yang sangat besar. Jika disimak dari buktinya, hingga hari ini, orang-orang masih belum menemukan fosil dalam susunan evolusi manusia pada 4 juta tahun hingga 8 juta tahun silam, juga tidak menemukan transisi spesies antara kera dan simpanse, atau simpanse dengan manusia.
Dilihat secara empirik, juga terdapat banyak hal yang tidak dapat dijelaskan, misalnya: mengapa air mata monyet itu tawar, sedangkan air mata manusia asin? Mengapa antara kera-kera di dunia berbagai wilayah perbedaannya begitu kecil, tapi mengevolusi begitu banyak bangsa, lagi pula sejumlah bangsa tersebut bahkan memiliki budaya dan bahasa yang sangat berbeda?
Menurut prinsip evolusi, berbagai macam organ semua spesies terdapat gejala "sesuatu yang masih bisa difungsikan akan langgeng, sedangkan sesuatu yang sudah tidak berfungsi akan hilang", dan ilmu pengetahuan sekarang telah membuktikan bahwa terdapat 70-90% otak besar manusia tidak digunakan. Jika demikian halnya, otak besar yang tidak digunakan ini mengapa tidak mengalami degenerasi? Atau mungkin, ketika kera berevolusi menjadi manusia waktu itu, mengapa mengevolusi begitu banyak otak besar yang tidak berguna? Lagi pula ilmuwan yang menangani teknologi gen secara nyata telah mengetahui bahwa gen kera adalah gen yang selamanya tidak mungkin dapat dievolusi menjadi manusia.
Sebernarnya, sejumlah ilmuwan dunia sejak dini telah mulai mengemukakan kesangsiannya terhadap evolusi Darwin. Di alam semesta yang tak terbatas ini, manusia itu begitu kecilnya, lalu apakah manusia benar-benar akan merupakan satu-satunya bentuk eksistensi kehidupan? Mengapa sampai-sampai keberanian untuk mempelajari sejenak juga tidak ada? Yang dinamakan Tuhan, tidak lebih hanya berupa bentuk eksistensi inteligensi, kemampuan, yang lebih tinggi dari sebuah bentuk lain keberadaan hidup manusia saja, lalu apa yang ditakutkan? Hanya saja manusia sekarang mengutamakan mencari uang, dan sudah jarang ada orang yang bersedia memikirkan sejumlah persoalan. Dan hal ini merupakan duka cita manusia: sejumlah besar ilmuwan sekarang terlalu hanyut pada prestasi ilmu pengetahuan yang telah dicapai, namun kehilangan keberanian untuk menyelidiki dunia spiritual yang belum diketahui, ada yang mempertahankan teori yang telah ada tapi menolak menerima kenyataan objektif, ada yang bahkan ikut serta dalam politik, menjadi alat di tangan negarawan. Hal ini merupakan dukanya ilmu pengetahuan.
Mengamati sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, sejumlah besar bidang ilmu pengetahuan alam adalah selangkah demi selangkah perkembangannya di bawah bimbingan hipotesa. Suatu hipotesa atau teori apa pun, selama ia dapat memberikan alasan yang cukup untuk membenarkannya, dapat mempraktikkan bimbingan dan sebaliknya dapat memperoleh bukti praktiknya, maka ilmu pengetahuan untuk sementara dapat mengakuinya, menggunakannya untuk memberikan pengarahan dalam praktik, hingga mempunyai teori yang lebih baik untuk menggantikannya atau disangkal oleh penentang teorinya.
(Sumber: Zhengjian)

Tidak ada komentar: